NEMATODA USUS II

TRICHURIS TRICHIURA

Hospes dan penyakit


• Disebut juga Trichocephalus dispar atau Cacing Cambuk.
• Manusia merupakan hospes satu-satunya dari spesies ini.
• Penyakit yang diakibatkan disebut TRIKURIASIS.
• Biasanya infeksi cacing cambuk ini bersamaan dengan Askariasis.

Distribusi geografik

• Terutama ditemukan di daerah panas dan lembab.
• Jumlah sedikit maka pasien tidak terpengaruh.

Morfologi

Bentuk Dewasa
• Cacing betina panjang 5cm dan jantan 4cm.
• Bagian anterior lebih langsing sedangkan bag. Posteriornya lebih gemuk dan pda cacing betina bag posteriornya membulat tumpul sedang pada jantan melingkar 360˚ serta terdapat satu spikulum.
• Cacing dewasa hidup di colon ascenden dan sekum dengan bagian anterior menancap dalam mukosa usus sedangkan bag. Posteriornya bebas dalam lumen usus.
• Cacing betina menghasilkan 3000-10.000 butir telur tiap hari.

Bentuk Telur
• Telur berukuran 50-54 mikronx32 mikron.
• Telur berbentuk seperti tong/tempayan dengan penonjolan pada kedua ujungnya yang tampak lebih jernih.
• Kulit telur bagian luar kekunungan sedangkan bagian dalam jernih.

Siklus Hidup

• Telur keluar bersama tinja dalam keadaan belum matang.
• Telur akan menjadi matang dlm waktu 3-6 minggu jika dlm lingk yang pas yaitu tanah yang gembur, lembab dan teduh.
• Telur matang adalah telur yang mengandung larva dan inilah bentuk infektif ari cacing Trichuris.
• Cara infeksi langsung bila tertelan telur matang ini.
• Larva akan keluar dari telur menuju usus halus.
• Sesudah dewasa cacing akan turun ke usus bagian distal dan masuk ke kolon terutama sekum.
• Cacing ini TIDAK mempunyai siklus paru.
• Masa pertumbuhan dari tertelan telur hingga menghasilkan telur kurang lebih 60 hari.

Patologi dan Gejala klinik

• Cacing ini terutama hidup di sekum.
• Dapat tersebar di seluruh kolon ascenden dan rektum.
• Bisa terlihat waktu prolapsus rektum akibat mengejan saat defekasi.
• Kepala cacing masuk dalam mukosa usus sehingga menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Kadang ada perdarahan pada tempat perlekatan.
• Cacing ini terutama hidup di sekum.
• Dapat tersebar di seluruh kolon ascenden dan rektum.
• Bisa terlihat waktu prolapsus rektum akibat mengejan saat defekasi.
• Kepala cacing masuk dalam mukosa usus sehingga menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Kadang ada perdarahan pada tempat perlekatan.

Diagnosis

Ditemukannya telur dalam tinja.


Terapi

Mebendazole, albendazole dan oksantel pamoat memberikan hasil yang cukup baik.

Epidemiologi


• Penyebaran penyakit ini yang penting kontaminasi tanah dengan tinja.
• Telur tumbuh dan matang pada kondisi tanah yang lembab dan teduh.
• Penggunaan pupuk dari tinja merupakan sumber infeksi.
• Prevalensi di Indonesia sekitar 60-90%
• Di daerah yg sangat endemik dilakukan pencegahan berupa:
- Pengobatan tuntas pemderita trikuriasis.
- Pembuatan jamban.
- Penyuluhan tentang sanitasi dan higiene terutama anak-anak.
- Mencuci tangan sebelum makan.
- Mencuci bahan makanan.



Enterobius vermicularis

• Disebut juga cacing kremi atau pinworm.
• Infeksi ini lebih sering di daerah beriklin dingin dan sedang dimana orang jarang mandi dan mengganti pakaian dalamnya.
• Anak-anak tercatat mempunyai angka prevalensi yang tinggi.

Hospes

• Manusia merupakan hospes satu-satunya.
• Penyakitnya disebut enterobiosis atau oksiuris.

Morfologi

• Cacing betina berukuran 8-13 mmx0,4mm.
• Pada ujung anterior terdapat pelebaran kutikulum seperti sayap disebut alae.
• Bulbus oesophagus jelas sekali, ekor panjang dan runcing.
• Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh dengan telur.
• Cacing jantan berukuran 2-5mm mempunyai sayap dan ekornya melengkung seperti tanda tanya.
• Habitat cacing dewasa biasanya di rongga sekum, usus besar dan usus halus yang berdekatan dengan rongga sekum.
• Makanannya adalah isis usus.
• Cacing betina yang gravid mengandung 11.000-15.000 butir telur.

Siklus Hidup

• Cacing bermigrasi ke darerah perianal untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus dan vaginanya.
• Telur-telur yang dikeluarkan jarang di usus, sehingga jarang ditemukan dalam tinja.
• Telur berbentuk lonjomg dan lebih datar pada satu sisi/asimetris.
• Dinding telur bening dan agak lebih tebal dari de\inding telur cacing tambang.
• Telur menjadi matang dalam waktu 6 jam setelah dikeluarkan.
• Telur resisten terhadap desinfektan dan udara dingin.
• dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13hari
• Kopulasi cacing jantan dan betina mungkin terjadi di sekum.
• Cacing jantan mati setelah kopulasi dan cacing etina mati setelah bertelur.
• Infeksi terjadi bila menelantelur matang tau bila larva dari telur matang bermigrasi kembali ke usus besar.
• Bila telur matang yang tertelan maka telur menentas di duodenum dan larva rhabditiform akan berubah dua kali sebelum menjadi dewasa di jejenum dan ileum bag ataas.
• Waktu yang diperlukan untuk daur hodupnya mulai dari tertelannya telur matang ampai menjadi cacing dwasa gravid yang bermigrasi ke daerah perianal, berlangsung kurang lebih 1 bulan.


KLINIS


• Enterobiosis relatif tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi yang berarti.
• Gejala klinis yang menonjol adalah disebabakan iritasi di sekitar anus dan vagina sehingga menyebabkan pruritus lokal. Pleh karena cacing bermigrai ke daerah anusdan menyebabakan pruritus anus, maka penderita menggaruk daerah sekitar anus sehingga tibul luka garuk di sekitar anus. Keadaan ini sering terjadi pada waktu malam hari.
• Pada wanita dengan infeksi berat dapat disertai keluarnya cairan mukoid dari vagina dan diikuti migrasi cacing ke dalam vagina , uterus, atau tuba falopii dimanan terbentuk enkapsulasi dari cacing tersebut.
• Insiden pada anak-anak lebih sering yang menimbulkan gejala gelisah, insomnia, nafsu makan turun, aktivitas tinggi, cepat marah, gigi menggeretak, mimpi buruk.

Diagnosis

• Infeksi cacing sering diduga pada anak yang menunjukkkan rasa gatal sekitar anus pada waktu malam hari.
• Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dan cacing dewasa.
• Telur cacing dapat diambil dengan mudah dengan alat anal swab yang ditempelkan sekitar anus pada malam hari atau paga hari sebelum BAB.
• Anal swab dilengkapi dengan scotch adhesive tape. Lalu diltakkan di obyek glass dan periksa dengan mikroskop.

Pengobatan

• Bila ditemukan salah satu anggota keluarga terkena maka pengobtan dilakukan seluruh anggota keluarga.
• Piperasin efektif untuk stadium muda .diberikan pagi hari ples air miunum segelas.
• Pirvinium efektif untuk untuk semua stadium perkembangan cacing tetapi efek samping mual muntah.
• Mebendazol tiabendazol jg efektif di semua stadium.

Prognosis

Baik self limited disease.



Strongyloides stercoralis


Hospes

• Manusia merupakan satu-satunya hospes cacing ini.
• Penyakit yang disebabkan cacing ini disebut strongilodiasis.
• Cacing ini hidup di daerah panas.dan dapat bertahan di daerah yang beriklim lebh dingin.
• Penykitnya dapat persisten dan tak terdiagnosis.


Morfologi

• Hanya cacing dewasa betina yang hidup sebagai parasit dalam vili usus duodenum dan jejenum.
• Cacing betina bentuknya filiform,halus, tidak berwarna,dan panjang kira-kira 2mm.
• Telur bentuk parasitik akan diletakkan di mukosa usus kemudian menetas ,emjadi larva rabditiform dan masuk rongga usus untuk dikeluarkan bersama tinja.


Siklus hidup



1) Siklus langsung

sesudah 3 hari di tanah maka larva rabditiform akan berubah menjadi larva filariform yg bentuknya langsing dg panjang kira-kira 700 mikron. Larva ini merupakan bentuk infektif.
larva filariform akan menembus kulit dan masuk peredaran darah menuju jantung kanan hingga paru.
disini larva akan menembus alveoli lalu ke bronkhus, trakhea, dan laring. Terjadi reflek batuk masuk dalam faring dan sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa.
cacing betina yang sudah bertelur ditemukan 28 hari setelah infeksi.

2) Siklus tidak langsung

Pada siklus tidak langsung, larva rabditiform di tanah akan berubah menjadi bentuk bebas cacing jantan dan cacing betina.bentuk bebas ini lebih gemuk. Cacing betina ukuran 1mmx0,06mm dan cac ing jantan ukuran 0,75mmx0,04mm dengan ekor melengkung dan 2 buah spikulum.
Sesudah pembuahan cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rabditiform. Dalam waktu 3 hari larva rabditiform berubah menjadi larva filariform yang infektif dan dapat masuk ke hospes yang bary. Atau larva rabditiform dapat mengulang sklus bebas tersebut. Siklus ini terjadi bila lingkungan memungkinkan dengan suhu optimum yaitu tropik dengan iklim lembab.

3) Autoinfeksi

Larva rabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform di usus atau daerah perianal/anus.
Bila larva filariform menembus mukosa usus atau kulit perianal, maka terjadi daur perkembangan dalam hospes.
Autoinfeksi menyebabkan strongilodiasis menahun.

Patologi dan Gejala Klinik


• Larva filariform yang menembus kulit menyebabkan creeping eruption dengan gatal yang hebat.
• Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus.
• Infeksi ringan asimptomatik.
• Infeksi sedang menyebabkan nyeri seperti ditusu-tusuk di daerah epigastrium tengah dan tidak menjalar,mual, muntah, diare dan konstipasi bergantian.
• Bisa terjadi autoinfeksi dan hiperinfeksi.
• Pada hiperinfeksi maka cacng dewasa ditemukan di seluruh traktus digestivus dan larvanya ditemukan dalam alat dalam seperti paru, hati dan kandung empedu.

Diagnosis

• Ditemukan larva rabditiform dalam tinja segar, biakan atau aspirasi duodenum.
• Ditemukan eosinifilia atau hipereosinofilia dalam pemeriksaan darah.

Pengobatan


• Albendazol 400 mg 1-2x sehari selama 3 hari berturut-turut.
• Mebendazole 100mg 3x sehari selama 2-4 minggu.
• Perlu mengobati penderita walau tanpa gejala.
• Kebersihan daerah anus dan mencegah konstipasi.

Prognosis


Strongilodiasis dapat menyebabkan kematian.

0 komentar:

Posting Komentar